"..Kepanduan mengajarkan tentang arti kesederhanaan". Sepenggal tulisan dalam buku Guru Bangsa: sebuah biografi Jenderal Sudirman karya Sardiman AM. Maka tidak mengherankan jika sosok Panglima Besar selalu tampil dengan segala kesederhanaannya. Sosok Pemimpin lapangan berusia muda, tangguh, dan juga kenyang ilmu agama juga tata krama hasil tempaan Kepanduan Hizbul Wathan.
Kepanduan di Indonesia memegang variabel penting dalam hal pemupukan semangat pemuda untuk cinta tanah air. Dari bibit yang disemai tersebut menumbuhkan kekuatan2 besar yang mempunyai tekat kuat untuk mengusir kolonial yang membelenggu tanah airnya.
Javansche Padvinderiij Organisatie (JPO) adalah kepanduan pribumi pertama yg berdiri diprakarsai oleh Sri Paduka Mangkunegara VII tahun 1916, besamaan pula dibentuk Kepanduan Taruno Kembang oleh Pangeran Suryobroto putra Sinuhun Pakubuwana X. Selanjutnya disusul oleh Muhammadiyah dengan Hizbul Wathan 1918 yang terinspirasi kepanduan JPO Mangkunegaran saat Kiai Ahmad Dahlan berunjung ke Sala, juga Syubbanul Wathan 1924 / Ansoru NU yang dibidani oleh Kiai Wahab Hasbullah.
Pribumi Arab pun tak mau kalah dengan membentuk Pandu Arab tahun 1937 yang diinisiasi oleh Habib Husein Syihab, ayahanda dari Habib Rizieq. Dikemudian hari muncul Habib Husein Muthahar yang menciptakan mars2 perjuangan. Lagu "17 Agustus" dan "Hymne syukur" tercipta dari tangan putra Arab kelahiran Semarang sebagai wujud ekspresi kecintaannya pada Tanah Air Indonesia.
Dari kepanduan lah terlahir tokoh2 yang luar biasa, Panglima Besar Jenderal Soedirman dari Hizbul Wathan, Mayor Hamid Rusydi dari Ansoru, Bung Tomo dari KBI, ada pula nama Dr. Moewardi, Pak Harto, Kasman Singodimedjo, Wilopo Perdana Menteri era RIS, Soenario Sastrowardojo, Brigjen Slamet Riyadi. Terbukti bahwa kepanduan bukan hanya baris berbaris dan tali temali semata, namun juga menjadi kawah candradimuka mencetak tunas tunas bangsa yang salih dan cinta tanah airnya
*)Foto Bung Karno diantara Ramanda Soedirman dan Mas Dorodjatun HB IX dalam barisan sholat.