Jumat, 13 Maret 2015

Seorang Insinyur Menghafal Satu Ayat Al-Qur`an Setiap Hari Hingga Khatam

Siapa bilang menghafal Al-Qur`an hanya untuk lulusan kampus agama? Siapa bilang menghafal Al-Qur`an itu hanya mudah bagi orang yang muda usianya? Buktinya, banyak penghafal Al-Qur`an dari kampus umum dan ada yang mulai menghafal di umur 30 bahkan 40 tahun.

Siapa bilang juga menghafal Al-Qur`an itu sangat mudah bagi yang sudah paham bahasa Arab atau orang Arab? Buktinya, banyak pakar bahasa arab yang tidak menghafal Al-Qur`an. Banyak juga orang Arab yang sehari-hari berbahasa Arab tidak menghafal Al-Qur`an.

Intinya, menghafal Al-Qur`an itu tidak memandang usia, negara dan bahasa yang dituturkan. Tidak pula khusus bagi kampus-kampus tertentu.

Di sebuah negara Arab, ada seorang insinyur di dalam bidang komputer yang memulai perjalanannya bersama Al-Qur`an semenjak usianya 39 tahun, ketika dia menghadiri salah satu halaqah (kelompok) tahfizh Al-Qur`an untuk orang dewasa di salah satu masjid.

Insinyur ini bergabung dengan halaqah tersebut. Kemudian meminta kepada guru halaqah agar diizinkan untuk menghafal satu ayat saja setiap hari. Peserta halaqah yang lainnya terkejut dan mereka berkata kepadanya, “Umurmu akan habis sebelum engkau menghafal Al-Qur`an 30 juz.”

Namun, sang insinyur terus bersikeras terhadap permintaannya tersebut dan tentu saja guru mengabulkan permintaannya tersebut.

Keesokan harinya dia menemui guru tersebut untuk membaca ayat Al-Qur`an dengan melihat mushaf, lalu dikoreksi oleh gurunya. Kemudian dia datang pada hari berikutnya untuk membacakannya kembali tetapi dengan bentuk hafalan. Begitulah hari-harinya bersama Al-Qur`an.

Sang insinyur berkata tentang dirinya,

“Alhamdulillah, aku sebenarnya memiliki ingatan yang kuat, dan aku juga mampu menghafal Al-Qur`an lebih banyak dalam satu hari, tetapi aku mewajibkan diriku untuk melakukan hal ini.”

Insinyur itu adalah seorang yang rajin dan tak pernah terlambat terlebih lagi tidak menghadiri halaqah. Hari demi hari berlalu, demikian juga bulan demi bulan, dia tetap pada pendiriannya. Hingga sampai pada bagian akhir dari Al-Qur`an, dia menambah jumlah ayat yang dihafal dalam sehari. Hal itu dimungkinkan karena surat-suratnya pendek dan mudah dihafal.

Pada akhirnya, sang insinyur berhasil menghafal Al-Qur`an 30 juz. Dia juga mendapatkan ijazah dengan sanad yang bersambung kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada bacaan Hafsh dari Ashim.

Sesuatu yang mengherankan adalah banyak di antara para peserta halaqah yang dulu bersama dengannya dan yang lebih dahulu menghafal, masih belum menyelesaikan hafalannya. Sebab, mereka tidak rajin menghadiri halaqah.

Itu adalah karunia Allah Ta’ala yang Dia berikan kepada siapa saja yang kehendaki-Nya dan hanyalah Allah pemilik karunia yang besar itu.

Sumber: www.fimadani.com

SUDAH HAFAL BERAPA JUZ?



Pertanyaan ini bisa jadi tidak mudah dijawab. Karena tidak semudah menjawab pertanyaan, “Sudah kelas berapa?” atau, “Sudah semester berapa?”

Jawabannya juga bisa jadi bergantung kepada metode menghafalnya, apakah berdasarkan kualitas hafalan atau kuantitas hafalan.

Pertanyaan “berapa” itu sendiri sebenarnya menunjukkan bahwa yg ditanyakan adalah kuantitas. Namun ternyata jika berkaitan dengan hafalan seseorang, hampir tidak pernah ada pertanyaan tentang kualitas, “Bagaimana hafalannya?”

Ada dua orang akhwat yang saya kenal. Yang satu memiliki hafalan 10 juz, yang satu lagi hafalannya sudah selesai 30 juz. Jika pertanyaannya adalah “berapa”, tentu yang lebih baik adalah yang sudah hafal 30 juz. Tapi jika misalnya keduanya diminta melantunkan juz yang sama, akan tampak perbedaan kualitasnya.

Yang sudah selesai 30 juz ternyata tidak sanggup membacakan juz satu dengan lancar, berbeda dengan yang hafalannya baru 10 juz.

Contoh yang saya sebutkan tadi menunjukkan bahwa hafalan yang banyak belum tentu berkualitas, walaupun yang terbaik adalah keduanya sekaligus: hafal banyak dan berkualitas pula.

Tentu keduanya tidak bisa dicapai sekaligus melainkan harus satu per satu. Jadi pilihannya adalah, mau menambah hafalan sebanyak-banyaknya kemudian baru dilancarkan.. Atau melancarkan hafalan yang sudah ada baru kemudian menambah hafalan berikutnya.

Seorang ikhwan yang sudah menyelesaikan hafalan 30 juz, ketika ditanya, “berapa hafalannya,” dia malah ragu dan bingung menjawabnya. Karena sebagian besar hafalannya ternyata tidak lancar dan bahkan ada juga yang sudah terlupa.

Guru saya bercerita bahwa beliau menghafal Quran dalam waktu kurang lebih 3 tahun dan kemudian menghabiskan 3 tahun berikutnya untuk melancarkan hafalannya. Beliau adalah seorang juara hifzhil Quran internasional dan kualitas hafalannya tidak bisa diragukan. Beliau memiliki berbagai sanad hafalan (bukan cuma sanad bacaan) dari berbagai riwayat, mulai dari sanad yang paling mudah sampai sanad yang paling tinggi tingkat kesulitannya.

Jadi jika ada orang yang bilang bisa menghafal Quran dalam waktu yang sangat singkat, sebelumnya tentu patut kita syukuri. Namun juga perlu kita tanya lebih lanjut apakah hafalannya masih diingat semua atau banyak yang sudah lupa? Berapa yang masih ingat dan berapa yang sudah lupa? Apakah sudah lancar semua atau banyak yang tidak lancar? Berapa yang masih lancar dan berapa yang tidak lancar?

Dan itu juga belum termasuk kualitas bacaannya dari segi tajwid dan makharijul huruf.

Jadi jika pertanyaan seperti itu terlalu banyak, mungkin sebaiknya kita sama sekali tidak perlu bertanya, “Sudah hafal berapa juz?”

www.fimadani.com